TikTok merupakan salah jejaring sosial yang berfokus pada layanan berbagi video antar penggunanya. Selain berbagi video, aplikasi ini juga telah banyak digunakan sebagai marketplace untuk sarana jual beli berbagai macam produk secara online. Maka tak heran, jika platform ini berkembang cukup pesat dan juga banyak digemari anak anak muda di seluruh dunia.
Zhang Yiming adalah pemilik ByteDance, perusahaan induk aplikasi TikTok. Zhang lahir pada tanggal 1 April 1983, dari orang tua yang bekerja sebagai pegawai negeri di provinsi Fujian, China. Semasa hidupnya, ia dikenal sebagai sosok yang gemar berbisnis. Di sisi lain, ia juga tertarik dengan dunia teknologi digital. Soal & Kunci Jawaban Post Test Modul 4, Rendah Hati & Memiliki Empati Adalah Bagian Kecakapan Apa?
Kunci Jawaban Post Test Modul 4 Merdeka Belajar, Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti 2024 Soal & Kunci Jawaban Post Test Modul 4, Apa Bagian yang Beperan Menentukan Karakter Seseorang? Kunci Jawaban Post Test Modul 4 Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti, Pelatihan Mandiri
Chelsea Dikejutkan Aksi Pemain Murah Paket Rp280 M, Pochettino Sangat Tertekan Efek Piala FA Halaman 3 Banjarmasinpost.co.id Kunci Jawaban Post Test Modul 4 Merdeka Belajar Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti Spanduk Penolakan Gibran di Madura dan Jatim Dipicu Gimik saat Debat Cawapres, PPP: Kurang Kerjaan
Sosok Nurhasanah ODGJ Cantik Dikurung Bertahun tahun di Kamar Campur WC, Dirawat Ibu yang Tuna Netra Zhang sendiri merupakan alumnus Nankai University yang lulus pada 2005. Program studi yang awalnya diambilnya adalah mikroelektronika. Setelah itu ia menaruh minatnya pada bidang lain yaitu jurusan rekayasa perangkat lunak. Setelah lulus pendidikan, Zhang dikabarkan masuk ke perusahaan travel online yakni kuxun.com. Di perusahaan itu, dia bekerja sebagai insinyur biasa. Karirnya menanjak di tahun kedua dengan mengawasi 40 hingga 50 pekerja yang mengerjakan teknologi back end.
Di perusahaan tersebut, Zhang belajar banyak, terutama terkait pemasaran. Keterampilan ini juga membantunya berkembang dalam usaha bisnisnya di kemudian hari, termasuk saat bekerja di ByteDance. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa Zhang Yiming pernah mendirikan situs properti bernama 99fang pada tahun 2009. Namun, ia memutuskan berhenti setelah tiga tahun berjalan. Ia memilih untuk membangun bisnis baru pada tahun 2012 dengan mendirikan ByteDance. Awalnya ByteDance dikenal sebagai perusahaan teknologi internet. Perusahaan juga menyediakan layanan agregasi berita yang disebut Tayatato. Layanan Tautiato berhasil meraup keuntungan karena menjadikannya sebagai media terpopuler di China pada 2016.
Pada September 2016, TikTok akhirnya didirikan. Awalnya TikTok dikenal sebagai aplikasi berbagi video. Di China, aplikasi tersebut bernama Douyin. Kesuksesan TikTok tidak datang secara instan. Saat itu, Zhang mewajibkan seluruh karyawannya mengunduh dan memiliki akun TikTok. Ia bahkan meminta para pekerjanya untuk mendapatkan like dalam jumlah tertentu. Jika tidak mencapai hasil, mereka akan dihukum dengan push up. Keputusan ini kemudian membawanya pada kesuksesan besar.
Kesuksesan TikTok semakin pesat setelah ByteDance membeli dan mengakuisisi Musical.ly, layanan media sosial Tiongkok yang berkantor pusat di Shanghai, China. Musical.ly dianggap sebagai cikal bakal TikTok karena awalnya media sosial tersebut digunakan oleh penggunanya untuk dengan mudah membuat dan berbagi video lip sync pendek kepada pengguna lain. Kesuksesan yang dituai Zhang dari TikTok semakin tak terbendung hingga mengantarkannya menduduki peringkat kedua sebagai orang terkaya di China. Tak berhenti sampai di situ, ByteDance kini memiliki valuasi sebesar 75 miliar dolar Amerika Serikat.
Ia juga dinobatkan sebagai orang terkaya ke 61 versi Forbes. Kekayaan yang dimiliki Zhang Yiming mencapai 16,2 miliar dolar AS. Akhir akhir ini TikTok Shop tengah menjadi sorotan di kalangan menteri Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Polemik TikTok Shop awalnya muncul dari pernyataan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang mengkhawatirkan Project S TikTok Shop.
Teten mencurigai Project S bakal digunakan TikTok untuk mengoleksi data produk yang laris manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China. Hal ini, dinyakini dapat mematikan UMKM lokal. Ia mengaku menolak keberadaan TikTok Shop, tapi bukan ingin melarang platform tersebut. Namun, ia ingin melindungi produk dalam negeri yang keberadaannya semakin terancam karena produk impor masuk ke dalam negeri dengan harga sangat murah.
"[Usaha milik] pedagang Tanah Abang mati. Konveksi di Jawa Barat mati karena masuk barang impor yang sangat murah lewat perdagangan platform digital," kata Teten. "Saya bukan spesifik ngomong ke salah satu platform digital. Kami mau atur semua. Hari ini sudah dikuasai asing, masa kita tidak punya kesadaran?" Lanjutnya. Ia pun menyatakan Indonesia menjadikan China sebagai tolok ukur dalam menggodok peraturan mengenai ekonomi digital.
Adapun peraturan ini akan dibentuk melalui Satgas Transformasi Digital yang saat ini dikepalai oleh Menteri Sekretaris Negara. "China itu transformasi digitalnya melahirkan ekonomi baru, bukan membunuh ekonomi lama. Dalam waktu 10 tahun, di China 2012 2022 ekonomi digital meningkat 5 kali lipat," ujar Teten. "[Ekonomi digital] di sana menyumbang 41,5 persen Produk Domestik Bruto (PDB). 90 persen domestik, asingnya 10 persen. Kalau kita tidak mengatur, siapa yg bodoh?" Sambungnya.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menjelaskan, TikTok sebagai salah satu social commerce jika tidak diatur aturan mainnya hingga sistem operasionalnya di Tanah Air bisa membuat industri lain gulung tikar alias kolaps. Sebab TikTok selain merupakan media sosial, juga di dalam aplikasinya merupakan tempat bertransaksi jual beli layaknya e commerce. "Betul sekali kalau TikTok itu social commerce, keuangan, perdagangan, sosial media. Itu kalau enggak diatur, kolaps (industri lain) 3 bulan nanti, industri kecantikan kita bisa collapse," ujar Zulkifli.
Untuk itu, pemerintah saat ini tengah mengatur aturan main TikTok melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 tahun 2020. Dalam baleid PPMSE itu, melarang bisnis media sosial dan e commerce berjalan bersamaan atau dikenal juga dengan sebutan social commerce. Selain itu, salah satu poin dalam revisi Permendag 50/2020 juga disebutkan e commerce tidak boleh menjadi produsen alias menjual produknya sendiri.
Ia mengaku mendapat keluhan dari para pelaku UMKM karena kalah saing di social commerce. Zulhas menyebut, social commerce bisa mengidentifikasi preferensi dari konsumennya, kemudian diarahkan ke produk mereka sendiri. Dengan kata lain, TikTok Shop memiliki algoritman yang bisa mengarahkan penggunanya ke produk milik mereka sendiri.
Head of Communications TikTok Indonesia, Anggini Setiawan mengatakan, apabila media sosial dan e commerce dipisah, dapat menghambat inovasi. Selain itu, pedagang dan konsumen di Indonesia juga berpotensi menjadi pihak pihak yang dirugikan. Saat ini, kata Anggini, ada hampir 2 juta bisnis lokal yang beroperasi di TikTok Shop.